dan aku disini. berpijak dikaki langit. pada sebuah tanah daratan nan luas membentang. pada salah satu Pulau terbesar di Neg'ri tercinta. Borneo. yah, nama lain dari Pulau Kalimantan. tempatku mengais rejeki, mengais selaksa mimpi, tuk' mencari kehidupan yang lebih layak, demi mengumpulkan lembar demi lembar Rupiah.
10 tahun sudah aku disini. minum airnya, makan makannya, menjelajahi tapak demi tapak jalanannya, berbaur dengan penduduknya, meresapi setiap kisah perjalanan hidup yang pernah ku lalui. diantara canda dan tawa, tangis dan airmata, mengalir tanpa henti tuk mengisi serambi jiwa insani.
beberapa waktu yang lalu, langit Borneo terselubung kabut pekat dalam rentan waktu yang cukup lama. karena kebakaran hutan dan lahan gambut di beberapa tempat, yang membuat akses transportasi udara, air dan laut terhambat. imbasnya sangat terasa bagi kami yang bermukim disini. terganggunya rutinitas pekerjaan, yang mengharuskan kami ekstra hati-hati ketika akan melangkah meninggalkan rumah. semuanya berlalu begitu cepat, semakin hari kabut semakin tebal menghiasi langit. kami tak sendiri. bahkan burung-burung pun enggan bernyanyi, angin seolah enggan datang walau sekedar menghempas ilalang nan kerontang. Matahari seakan enggan menampakan wajahnya, sementara rembulan pun seolah tidur menemani pekatnya malam.
walau entah kapan kabut pekat akan sirna di telan cakrawala. walau langit belum menjanjikan kapan akan menghalau kabut yang menghadang. seolah-olah hidup diantara kubangan asap.
dan kini, setelah hampir 3 Minggu . . .
harapan itu perlahan mulai nampak. ketika aku mendengar seruan "Alhamdulilah", yang keluar dari mulut sahabat-sahabatku, kala rintik-rintik lembut sang tirta kembali membasahi bumi. ketika semilir hembusan lembayung menghempas pucuk-pucuk dedaunan, mengusir petak demi petak kabut di cakrawala. dan sang Mentari pun perlahan mulai menampakan wujudnya. langit perlahan mulai membiru. nun di pucuk pepohonan nan tinggi, burung-burung kembali menari dan bernyanyi dengan riangnya.
dan ku berharap, langit Borneo kan selalu biru. selalu menantikan datangnya Pelangi, setelah badai pergi. merindukan hembusan angin dan terbang burung-burung. serta kemilau bias sang Mentari. biar kulukiskan semuanya di dinding kamar, tentang indahnya tanah yang ku pijak dan kudiami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar