Sabtu, 27 Februari 2016

Tips Traveling Murah ke : " PANTAI ORA " *Pulau Seram - Maluku Tengah*


Pantai Ora, masih berada dalam kawasan Taman Nasional Manusela - Kepulauan Maluku.
banyak sahabat Traveler ingin berkunjung kesini sembari bermain bersama pasir, karang dan koral nya. namun kembali terkendala waktu dan biaya yang cukup besar dan membuat niat hati kembali dipendam.

naahh disini saya akan berbagi pengalaman perjalanan, bagaimana cara hemat menuju ke Pantai Ora yang sudah mendunia ini. nggak perlu repot-repot mikirin biaya penginapan yang mahal, carter mobil dan jasa tour guide.
intinya, setiap Destinasi Wisata yang terkenal sekalipun bisa kita jelajahi dengan biaya yang murah lho.

* * * * * * *

salah satu Resort di Pantai Ora

mari kita mulai :

untuk menuju ke Pantai Ora kita mulai dari Bandara Pattimura, Kota Ambon.
jika kita dari Jakarta, usahakan sampai di Bandara Pattimura jangan terlalu sore.

cari tiket promo, itu sudah wajib. siapa juga yang mau beli tiket mahal-mahal. yaahh kan?
banyak kok maskapai penerbangan yang sesekali menyediakan tiket promo. atau cari di pegi-pegi.com, traveloka.com.

setelah sampai Bandara Pattimura, keluar dari pelataran parkir Bandara dan berjalan kaki 100 meter. tunggu saja angkot warna merah yang biasa ngetem di depan Bandara.
setelah itu kita turun di simpang 3 ke arah Pantai Natsepa.
angkot dari Bandara ke simpang 3, Rp 5.000. murah kan ?

dari sini kita naik angkot lagi warna merah menuju ke Tulehu.
jika kita punya banyak waktu mampir sejenak di Pantai Natsepa sembari mencicipi salah satu kulinernya, apalagi kalau bukan "RUJAK NATSEPA", yang sudah sangat terkenal dikalangan Traveler.
angkot dari simpang 3 - Tulehu, Rp 5.000. hehehe.

oiyaah, Tulehu merupakan sebuah pelabuhan kecil di Pulau Maluku. dan sekaligus berfungsi sebagai pelabuhan penyebrangan menuju ke Pulau Seram.

jadwal kapal cepat Tulehu - Pulau Seram, pukul 10 -16 wit.
jika kita kemalaman di Tulehu, nggak usah panik. saran saya kita nggak usah nyari2 penginapan. karena didekat pelabuhan Tulehu ada "Rumah Singgah Backpacker". hubungi saja nomor ini : 0822-38146623.
mereka semua anak-anak MAPALA dari Univesitas Darussalam - Tulehu.


menuju ke Pulau Seram :

ingat !!! kapal cepat dari jam 10 pagi - jam 4 sore. saran saya ambil yang pagi saja, supaya sampai di pelabuhan Amahai Pulau Seram agak siangan dikit. oiyah lama perjalanan 4 jam melintasi perairan Laut Molucca yang mempesona.

harga tiket kapal cepat Rp 120.000. namun jika anda mau hemat, pesan saya nggak usah beli tiket. naahhh ketika ada pemeriksaan diatas Kapal kasih saja uang tunai 100 rebu. lumayan kan saving 20rebu hehehehe.


sampai di pelabuhan Amahai jangan tergesa-gesa nyari tumpangan, tunggu aja dulu diterminal biar agak tenang.
setelah itu jalan kaki keluar dari komplek pelabuhan kearah jalan besar. dan tunggu saja angkot yang lewat disitu. pastikan anda nanti turun di terminal Kota Masohi, tempat ini berdekatam dengan "Plaza Binaya".
dari sini ke Pantai Ora masih jauh brooo, saran saya kita menginap dulu di Kota Masohi. besok pagi baru melanjutkan perjalanan ke Pantai Ora.

nyari penginapan murah di Kota Masohi ?
nggak usah panik, dan nggak usah nyari penginapan murah. di Kota Masohi ada
" Rumah Singgah Backpacker" juga brooo.

" Kompas Masohi "
-Komunitas Pecinta Alam Anak Seram-

dari terminal naim angkot warna biru dan bilang sama sopirnya turun di Kompas Masohi. rata2 para sopir sudah tau tempat ini.

jika anda masih bingung, hubungi saja nomor ini :
0821-99204042 ( ibrahim )
0823-12617420 ( abas ).

tempat ini juga berfungsi sebagai Base Camp pendakian Gunung Binaya, puncak tertinggi di Kepulauan Maluku.


menuju Pantai Ora :

dari sini kita tinggal naik travel Rp 70.000. dengan lama perjalanan 1-2 jam. setelah itu kita turun di Negri Saleman, sebuah permukiman Nelayan dan merupakan pintu masuk ke Pantai Ora.

trus penginapan di Pantai Ora mahal nggak ?

ngapain kita nginap di Pantai Ora, harga per-malam Resort nya saja sudah diatas 600rebu. mahal amat brooo, setara dengan harga 1 tiket pesawat.
kita nginap saja dirumah penduduk.

kok bisa ?

bisalah brooo, intinya buang jauh-jauh rasa malu, kita sudah jauh dari rumah, kita sudah keluar dari zona nyaman. masih banyak orang-orang baik di Negri kita tercinta ini.
aku aja dulu pas kesini nginap dirumah penduduk. baik banget yang punya rumah. ini nomor handphone yang punya rumah kali aja kita bingung setelah sampai di Negri Saleman :

0822-48286352 ( Abang Jeppo )

kalo kita rombongan saran saya bawa tenda dan peralatan camping sekalian. ada satu tempat yang sangat cocok buat camping, namanya "Sungai Belanda".
letaknya persis dibawah salah satu tebing batu.


bagaimana kalo kita mau keliling Pantai Ora ?

disini disediakan perahu nelayan setempat yang bisa disewa. harga kisaran 200-300rebu sehari brooo. tergantung pintar-pintarnya kita nego sama yang punya perahu.
sambil kita snorkling di Pantai Ora, liat Dinding Batu dan ke Pulau Banyak.

* * * * * * *

gimana sahabat traveler, murah kan ?
intinya Traveling itu tidak selamanya harus keluarin duit banyak broo, kembali ke niat si Traveler tersebut.
kalo mau nginap di Resort, carter mobil, siapin saja duit yang banyak.
tapi kalo mau hemat, ikuti saja dengan cerita perjalananku tadi.
dijamin kita akan puaaaas.
bagaimana tidak ?, kita lebih punya banyak waktu berinteraksi dengan penduduk lokal, lumayan dapet keluarga baru dan lebih banyak bertemu orang-orang baru.

#selamatberpetualang
#ayoookelilingindonesia


Minggu, 07 Februari 2016

Kompas Masohi, Rumah Singgah Backpacker di Pulau Seram


Cerita ini merupakan rangkaian dari petualangan “Solo Backpacker” menjelajahi Kepulauan Maluku - (Agustus 2015).


Pelabuhan Tulehu, Ambon

Pelabuhan Laut Tulehu siang itu mulai ramai, terlihat calon penumpang sudah mulai berdatangan memadati ruang tunggu. Pelabuhan ini masih berada di wilayah Pulau Maluku, dan juga sebagai jalur penyebrangan menuju ke Kota Masohi di Pulau Seram. Saya segera antri didepan loket penjualan tiket kapal bersama calon penumpang lainnya. Dengan jarak tempuh selama 4 jam perjalanan, begitu informasi yang disampaikan oleh petugas d iloket penjualan tiket. Harga tiket per-orang berkisar Rp.125.000. cukup mahal sih menurut saya. Oiyah, armada laut yang saya tumpangi merupakan Kapal cepat yang cukup bagus.

Sambil menunggu waktu keberangkatan, disini saya berkenalan dengan Aziz, pemuda asal Pulau Seram yang sedang menyelesaikan kuliah di Universitas Pattimura di Kota Ambon. Setelahnya saya baru tau lewat obrolan santai, kalau tadi tadi dia memperhatikan saya dengan tas besar dipunggung khas para petualang. dan dari Aziz pula saya disarankan untuk menginap saja di Rumah Singgah Backpacker di Kota Masohi, lumayan hemat ongkos. Begitu katanya.


Pelabuhan Tulehu, Ambon

Tak lama kemudian kapal yang saya tumpangi perlahan beranjak meninggalkan Pelabuhan. Selama diperjalanan saya disuguhkan dengan pemandangan laut dan pulau yang membuat mata seakan tidak berkedip, indah sangat. Dikiri kanan kanan Nampak pulau-pulau yang menghiasi Laut Molluca, seperti Pulau Latu, Pombo, Saparua dan beberapa pulau kecil lainnya.

3 jam berlalu. Laut yang sebelumnya tenang berubah menjadi gulungan ombak besar setinggi hampir 3-4 meter menghantam badan kapal. Saya yang duduk dipaling atas Kapal mulai terasa pusing kepala disertai goyangan kapal yang sangat terasa. Tapi saya lihat penumpang lain didekat saya malah santai-santai saja, bahkan ada diantara mereka sambil bercanda, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“sudah biasa seperti ini Bang, sebentar lagi kita sampai di Pelabuhan Amahai”. Ujar Aziz yang duduk disebelahku.
Dan benar apa yang diakatakan Aziz, selang beberapa saat kemuadian laut kembali tenang. Didepan mata Nampak garis-garis pantai dan Pelabuhan lautnya, sebagai petanda kapal akan segera sampai di Pelabuhan di Kota Seram.


Pelabuhan Amahai, Pulau Seram

Seiring datangnya senja, kapal cepat ini segera merapat di Pelabuhan Amahai. Saya bersama Aziz bergegas turun dari kapal menuju ke terminal kecil di depan pelabuhan. Nampak kendaraan angkutan umum dan tukang ojek memenuhi area terminal kecil ini, sambil menawarkan jasa kepada para penumpang.
“ dari sini kita naik angkutan umum saja Bang, dan turun di Terminal Kota Masohi. terus kita lanjutkan jalan kaki saja ke Rumah singgah Backpacker”. Ujar Aziz kembali mengingatkanku.

“Baiklah”. Balasku singkat.

Kami menumpang angkutan umum menuju Terminal di Kota Masohi dengan tariff Rp. 20.000 per-orang. Sampai di Terminal kami jalan kaki, cukup jauh juga tempatnya. Menyisir gang yang diapit rumah-rumah penduduk. Dan selang beberapa saat kemudian saya dan Aziz sampai di Rumah ini. Rumah semi permanen berdinding kayu, setelah salaman dengan penghuninya kami tenggelam dalam obrolan, seperti layaknya sahabat lama yang baru saja berjumpa kembali. Ternyata malam itu juga ada tamu rombongan dari Jakarta, yang baru saja menyelesaikan pendakian di Gunung Binaya, tanah tertinggi di Kepulauan Maluku.


Kompas Masohi, Pulau Seram

Oiyah. Rumah singgah backpacker ini juga berfungsi sebagai tempat transit bagi para pendaki Gunung yang akan menjajal Gunung Binaya. Biasanya dari sini para pendaki mendapatkan informasi tentang lama perjalanan, tour guide, dan informasi penting lainnya sebelum memulai perjalanan.

Jika sahabat ingin berpetualang ke Pulau Seram, ada baiknya singgah dan sekalian nginap ditempat ini. Hitung-hitung bisa hemat pengeluaran untuk biaya penginapan. Jangan ragu, anak-anak muda pengurus rumah singgah ini baik-baik kok. Dan kita bisa juga sekalian diajak sama mereka keliling sambil melihat keindahan alam di salah satu Pulau cantik di propinsi Maluku ini.

Berikut nomor telpon pengurus Rumah Singgah Backpacker “Kompas Masohi” :

·         Ibrahim, Ketua Kompas Masohi { 082238146623 dan 082199204042 }
·         Abas { 082312617420 }

Selain di Kota Masohi sebagai base camp, para pengurus Kompas Masohi juga tersebar di beberapa daerah lainnya. Seperti di Pelabuhan Tulehu-Ambon, dan di Desa Saleman sebagai pintu masuk menuju ke Pantai Ora. 


Jumat, 05 Februari 2016

Tanah Batak, Jelajah Panorama Alam Toba-Karo



View Danau Toba dari Prapat


“kapan kita kesana lagi yah?”
“belum puas rasanya kemaren kita disana”
“ iyah yah . . . “
“kapan yah ?”

obrolan ini mengusik rutinitas harianku, ketika saya kembali berjumpa dengan sahabat-sahabat traveler. Bagaimana tidak?, perjalanan 5 hari yang telah kami lalui seakan membekas dan kembali terlintas dibenakku. Tentang yang telah kami lalui, tentang seambreg cerita yang menyertai perjalanan, tentang Adat, Budaya, Kuliner, Panorama Alam, dan keramahan penduduk lokal yang kami jumpai.

Tanah Batak pada dasarnya dibagi lagi menjadi 5 Suku besar. Diantaranya Toba, Karo, Mandailing, Pak-Pak, Simalungun. Tapi dengan keterbatasan waktu, kami hanya menjelajahi beberapa tempat wisata saja di Tanah Toba dan Karo. Dengan rute perjalanan dimulai dari Kota Medan – Pematangsiantar – Prapat – Pulau Samosir – Pangururan – Sidihongi – Tele – Parbakalan – Sidikalang – Tongging – Merek – Kabanjahe – Berastagi dan kembali lagi ke Kota Medan.

Kala itu. Kabut asap yang kian menyelimuti hampir semua wilayah di kepulauan Sumatra dan sekitarnya seolah enggan beranjak pergi. Langit biru yang dinanti pun enggan menampakan wujudnya. Imbasnya beberapa rute penerbangan menuju ke Bandar Udara Kulanamo Kota Medan mengalami keterlambatan. Waktu yang telah kami sepakati untuk meeting point di pelataran bandara molor 5-6 jam lamanya. Karena kami harus menunggu lagi salah satu sahabat dari Bandung. Dan alhasil kami akhirnya bisa berkumpul semua pada pukul 21:30 wib.

Perjalanan kali ini, saya bersama 5 sahabat lainnya dengan berbagai Suku dan tempat tinggal yang berbeda. Flores, Jawa, Sunda, Batak dan Kalimantan mewakili beberapa Suku di Indonesia hehehe. Diantara  kami sebenarnya bekerja di tempat kerja yang sama dan saat itu sedang dalam masa cuti kerja, dan kami sepakat bersama menjelajahi Tanah Batak, sembari menghadiri pernikahan Adat Batak Karo dari salah seorang sahabat kami.

Dan malam kian beranjak, ketika kami meninggalkan pelataran parkir Bandara Kualanamo. Rute perjalanan yang sebelumnya telah kami rencanakan perlahan kami lewati. Tujuan awal adalah Kota Pematangsiantar, karena kami rencanakan menjelajahi Tanah Batak dari sisi Timur. Disini kami sempatkan makan malam karena perut mulai keroncongan sebelum melanjutkan perjalanan.
Deru kendaraan menyatu dengan butir-butir tirta yang mulai membasahi jalanan yang kami lewati. Jalur timur Sumatra Utara malam itu padat dengan kendaraan yang melintas, beberapa tempat terjadi kemacetan karena penyempitan diruas jalan. 3 jam perjalanan berlalu, kami sampai di Kota Pematangsiantar. Disini kami menginap dirumah salah satu satu rekan kerja. Lelah seharian sangat menguras tenaga, alhasil sesaat kemudian kami terlelap dalam tidur sembari mengumpulkan tenaga buat perjalanan selanjutnya.

Hari ke-2. Masih subuh benar, Nampak dari luar rumah langit masih gelap. Hawa dingin masih terasa, ketika kami kembali melanjutkan perjalanan.

“kita harus berangkat pagi, supaya bisa dapat kapal pertama ke Pulau Samosir “. Kata sopir travel yang menemani perjanan kami.

Beberapa saat kemudian jalanan yang kami lewati mulai terlihat jelas. Ruas jalan yang menyempit dan berkelok menyertai perjalanan yang mengantar kami ke Pelabuhan Ajibata. Dan masih sama seperti sehari sebelumnya, langit masih didominasi kabut. Keindahan Danau Toba yang menjadi primadona dan sekaligus tujuan utama petualangan kami kala itu, tenggelam bersama balutan kabut yang menghiasi hampir semua wilayahnya. Tapi hal itu tidak menyurutkan langkah kami untuk terus berpetualang demi menjelajahi Tanah Batak ini.

Ternyata kami terlampau pagi sampai disini, hehehehe. Kami harus menunggu hampir 2 jam lamanya, dari jam keberangkatan resmi kapal feri. Dan waktu yang tersisa kami kembali mencoba kuliner lokal disalah satu warung yang berjejer didepan pelataran pelabuhan.
“Mie Gomak”, salah satu kuliner lokal di Tanah Batak Toba ini kami cicipi bersama. Tekstur mie yang ukurannya lebih besar dari mie normal punya daya tarik tersendiri bagi siapa saja yang mencobanya.

Setelahnya kami segera masuk kedalam kapal feri penyeberangan menuju ke Pulau Samosir. Pagi nan damai. Bersama penduduk lokal, kapal feri ini membawa cukup banyak kendaraan dan penumpang lainnya. Segelas kopi medan yang tersohor menemani perjalanan diatas kapal feri ini. Sembari melihat lebih dekat kehidupan masyarakat dipesisir Danau Toba. Hmmmm alam yang indah dan masih terjaga keasliannya.


Pelabuhan Tomok - Pulau Samosir


Tanpa terasa kapal feri yang kami tumpangi perlahan merapat di Pelabuhan Tomok, salah satu pintu masuk ke Pulau Samosir. Tidak banyak terlihat aktifitas masyarakat disini. Perlahan meninggalkan pelabuhan, tujuan awal kami ke “Hotel Caroline”, salah satu penginapan di Pulau Samosir. Setelah check-in dan menyimpan barang bawaan, kami melanjutkan petualangan menjelajahi tempat-tempat wisata di Pulau ini. Untuk diketahui, disini terdapat banyak sekali tempat wisata yang layak untuk disinggahi. Karena keterbatasan waktu, kami akhirnya memilih beberapa tempat wisata saja yang mudah dijangkau. Diantaranya :
·         Patung Sigale-Gale
·         Makam Raja Batak
·         Museum Tomok
·          Bermain banana boat di Danau Toba

Hari ke-3. ketika sang mentari masih bersembunyi dibalik kabut, kami melanjutkan kembali perjalanan. Sempat singgah sebentar di “Pantai Pasir Putih Parbaba”, dan dilanjutkan perjalanan menyisir perkampungan di Pulau Samosir.


Pantai Pasir Putih, Parbaba

Nampak dikiri-kanan jalan kuburan-kuburan yang dibuat sedemikian rupa berbentuk Rumah Adat Batak Toba, menghiasi hampir disepanjang perjalanan. Dan mata kami juga seolah disuguhkan dengan panorama alam pedesaan nan elok memanjakan mata. Sementara kabut tipis kembali menyertai perjalanan, ketika kendaraan yang kami tumpangi melintas dijalanan berkelok. Kali ini kami akan mendatangi tempat wisata “Danau diatas Danau”, di wilayah Sidihoni. Tempat ini sering digunakan sebagai area camping ground bagi para pecinta alam. Berada disuatu ketinggian, dengan alam yang asri.

Kembali menyisir pesisir Danau Toba dan kami melanjutkan perjalanan ke Tele. Disini jika alam lagi bersahabat, kita bisa melihat dengan jelas keseluruhan panorama alam Danau Toba dan sekitarnya. Namun sayang, ketika kami sampai ditempat ini, kabut masih setia menyelimuti cakrawala. Sedikit kecewa, tapi tak apalah hehehe.
Beranjak dari Tele, kami kembali dimanjakan dengan panorama alam yang indah,
Jalanan berkelok dan terus menanjak membawa kami di salah satu Kota Kabupaten di Tanah Batak. “Sidikalang”. Kota kecil diketinggian, disertai hawa dingin khas dataran tinggi. Kami pun mampir disalah satu tempat wisata favorit di Kota Kecil ini. “ Taman Wisata Iman”. Tempat ini berdiri pada satu area yang cukup luas, dan berada disalah satu ketinggian. Sangat cocok buat menghabiskan waktu ketika mengisi liburan. Dan lebih utama lagi, tempat ini merupakan Taman berdoa bagi para pengunjung yang datang.


Taman Wisata Iman, Sidikalang


Malam itu di Kota Sidikalang kami menginap dirumah salah satu sahabat kami yang ikut dalam petualangan ini. Udara dingin dan lelah seharian di perjalanan membuat kami kembali terlelap dalam tidur yang panjang. Maklum, hari itu banyak tempat yang kami jelajahi. sangat sangat menguras tenaga hehehe.


Taman Wisata Iman, Sidikalang

Hari ke-4. Pagi itu landscape Danau Toba masih diselimuti kabut, kendaraan yang kami tumpangi kembali melintasi perkampungan penduduk. Jalan sempit dan bukit savana menjadi salah satu pemandangan yang tampak di depan mata. Setelah mampir sebentar di “Museum Tugu Silalahi” dan berfoto bersama, kami melanjutkan perjalanan dengan melintasi jalanan berkelok dan menanjak. Disini panorama alam sudah mulai berubah, deretan pohon pinus yang menghiasi perbukitan ditambah balutan kabut tipis mengantarkan kami hingga ke titik tertinggi ditempat ini.


Museum Silalahi

Beberapa saat kemudian kami sampai juga di pelataran parkir wisata alam “Air Terjun Sipiso-Piso”. Walaupun kabut masih menyelimuti hampir seantero tempat wisata ini, itu tidak menyurutkan niat kami untuk menjajal seribu anak tangga berkelok dan melipir diantara tebing-tebing nan terjal. Lelah sudah pasti. Namun Sipiso-Piso punya daya tarik tersendiri buat kami untuk berupaya sekuat tenaga supaya bisa sampai dititik terendahnya. Beberapa langkah sebelum kami sampai dikubangan air yang beralaskan bebatauan ini, gemercik tirta disertai kencangnya angin menjadi salah satu sensasi yang berbeda. Aaahhhh ingin rasanya berada dalam waktu yang lama disini.


Panorama Alam Sipiso-Piso

Lelah menapaki seribu anak tangga apalagi kondisi dengan kondisi badan sudah basah kuyup, membawa kami kembali ke pelataran parkir. Oiyah, tempat ini juga terdapat warung-warung berjejer yang menawarkan cinderamata Khas Tanah Batak. Tak mau ketinggalan kami pun membeli beberpa cinderamata disini yang cukup terjangkau harganya, lumayanlah oleh-oleh selama perjalanan.

Sekembalinya dari Sipiso-Piso kami kembali melintasi perbukitan dengan kelokan nan terjal. Perut mulai keroncongan setelah perjalanan melelahkan sebelumnya, akhirnya kami makan disalah satu warung kecil yang masih berada dipesisir Danau Toba. 2 ekor ikan yang cukup besar ditaburi “Andaliman” bumbu masakan Khas Batak Karo sesaat kemudian ludes tak tersisa.


makan-makan hahaha ...


Kembali melanjutkan perjalanan dan masuk di wilayah Tanah Batak Karo. Melintasi Merek, Kabanjahe dan Berastagi. Rencana awal untuk melihat Gunung Sinabung dari kejauhan pun sirna, karena langit Tanah Batak kala itu masih diselimuti kabut. Yaah sudahlah, mungkin lain kali kalau ada waktu dan kessempatan bisa kesini lagi.
Setelah melewati Berastagi, langit mulai gelap. Gerimis perlahan mulai turun membasahi jalanan. Perjalanan kami terhenti sejenak di “Pemandian Air Panas Sidebu-Debu”. Lelah selama perjalanan membuat kami seakan enggan beranjak dari hangatnya kolam pemandian ini. Bau belerang cukup menyengat, maklum kolam pemandian ini sumber airnya langsung dialiri dari kaki Gunung  berapi Sinabung.

Beranjak dari Sidebu-Debu kami mampir sejenak di salah satu puncak yang merupakan tempat istirahat, sembari menikmati Jagung Bakar dan minuman hangat. Perjalanan kembali ke Kota Medan malam itu ditemani derai sang tirta.
Hampir tengah malam, kami sampai di Kota Medan. Dan menginap disalah satu penginapan yang sudah kami pesan sebelumnya. Lagi lagi lelah selama perjalanan, membuat kami terbawa dalam tidur masing-masing.

Hari ke-5. Akhir dari petualangan menjelajahi Tanah Batak.
Kami menghadiri pesta pernikahan “Adat Karo” salah seorang sahabat, sekaligus rekan kerja kami yang melangsungkan acara pernikahan di Kota Medan. Ini merupakan pesta pernikahan terjauh yang pernah saya datangi hehehehe. Bayangkan saja beranjak dari Kalimantan Timur, terus mampir di Jakarta dan melanjutkan perjalanan ke Medan.


Pernikahan Adat Batak Karo Seorang Sahabat

Setelah usai menghadiri pesta pernikahan dan sebelum berpisah, kami empat mengunjungi beberapa tempat wisata di Kota Medan. Diantaranya Isatana Maimun Medan, Masjid Raya Medan dan Gereja Katholik Valengkani.


didepan Istana Maimun, Medan


# Horas Halak Batak
# Njuah-Juah
# Mejuah-Juah