“semoga lautnya tenang yah Pak”. Kataku mengawali percakapan dengan Bapak pemilik perahu kayu yang kami tumpangi.
Yaah, kali ini saya
bersama 5 sahabat dari Jakarta dan Samarinda berencana akan mendatangi Pulau
Labengki. Yang merupakan salah satu pulau-pulau cantik di Sulawesi Tenggara.
Keindahan Pulau Labengki yang pernah saya lihat di Televisi dan Majalah On-Line
membuatku ingin segera menyambanginya.
Perahu kayu yang kami
tumpangi mengawali perjalanan dari Jembatan Kuning, terletak diluar Kota
Kendari. Tempat ini kami sepakati untuk meeting point bersama sahabat lain dan
dengan pemilik perahu kayu tersebut. Setelah semuanya berkumpul, kami segera
berangkat menuju Pulau Labengki. Karena diantara kami ber-6 belum pernah ke
Pulau Labengki, jadi kami tidak tau berapa lama perjalanannya hehehe. Tapi
untunglah kami dikasih tau oleh pemilik perahu katanya perjalanan menuju Pulau
Labengki ditempuh selama 4-5 jam.
Selama perjalanan kami
disuguhi pemandangan yang memanjakan mata. Laut lepas membiru menghampar sejauh
mata memandang. Daratan Pulau Sulawesi disisi kiri mengapit mengiringi
perjalanan. Sementara disisi kanan nun jauh disana terpampang gugusan
pulau-pulau kecil menghiasi ”Perairan Banda Basin Utara”. Seperti
Pulau Bokori, Pulau Hari, Pulau Tiga, Pulau Saponda Laut Besar dan Kecil dan
beberapa pulau lainnya.
Jika pemilik perahu kayu
berbaik hati, mintalah pada beliau untuk mampir sejenak di Pulau Bokori, pulau
ini yang dilewati ketika mau ke Pulau Labengki. Pulau Bokori tak berpenghuni.
Tapi disini berdiri beberapa Resort yang tergolong mewah menurut saya. Dan di
Pulau ini juga sering dijadikan sebagai tempat atau dilakukan berbagai macam
acara dari instansi atau perusahaan-perusahaan disekitar Sulawesi Tenggara.
Setelah hampir 4 jam
perjalanan, daratan Pulau Labengki sudah mulai nampak jelas. Dengan
Mercusuarnya yang menjulang disisi kanan. Dari sini kecepatan perahu kayu
sengaja dikurangi. Gugusan pulau karang kecil tak berpenghuni mengapit dikiri-kanan,
indaaah sangat. Seperti di Negri dongeng rasanya. Setelah melewati gugusan
pulau karang, didepan kami nampak rumah-rumah penduduk yang berjejer dipesisir
pantai. Inilah perkampungan Suku Bajau di Pulau Labengki.
Pelabuhan di Pulau Labengki Kecil |
Perahu perlahan merapat di
dermaga kecil. Saking jernihnya, dasar lautnya sampai keliatan jelas, padahal
cukup dalam tempat dimana kapal ini membuang jangkar.
Dari sini saya bersama
pemilik perahu beranjak masuk kedalam perkampungan, dan rencannya akan mencari
salah satu rumah penduduk untuk kami jadikan sebagai tempat menginap dan makan.
Oiyaah, disini rata-rata penduduknya baik banget apalagi sama pendatang yang
berkunjung ke pulau ini.
Rumah Bapak Fahda, tempat kami menginap di Pulau Labengki Kecil |
Dan akhirnya kami
mendapati rumah penduduk yang kebetulan masih ada hubungan keluarga dengan Bapak
pemilik perahu yang kami tumpangi. Rumah yang kami tumpangi adalah keluarga
Bapak Fahda. Keluarga ini baiiiiikkk banget. Menerima kami ber-6 seperti
saudara sendiri.
Rumah keluarga ini juga
pernah menampung wisatawan lain dari dalam dan luar Negri. Untuk tarifnya,
per-orang dikenakan Rp 30.000 sekali makan. Dan itu sudah termasuk biaya kita
nginap dirumah ini. Murah bukan. Apalagi untuk sekelas pulau terpencil seperti
ini. Kami waktu itu 3 kali makan. Jadi per-orang Rp 90.000. tapi karena
kebaikan keluarga ini kami sepakat memberikan uang total Rp 800.000. termasuk
karcis masuk ke tempat-tempat wisatanya.
Spot Snorkling The Drift |
Setelah menyimpan
peralatan, kami segera menuju ke “Spot The Drift”. Spot pertama
dengan perjalanan 20 menit dari Pulau Labengki. Lautnya tenang dengan airnya
yang jernih membuat kami agak lama melihat ikan, karang dan koral disini.
Dan langit di ufuk barat
mulai merona, kami segera beranjak dan kembali ke Pulau Labengki menuju kerumah
yang kami nginap. Karena keterbatasan air bersih, kami pun mandi dengan air
dari sumur. Menimba sendiri dari sumur yang terletak disamping rumah ini,
hehehehe. Tapi disitulah sesungguhnya yang kami ingin rasakan dan nikmati,
berasa seperti inilah kebiasaan penduduk di Pulau terpencil ini. Oiyah. Di
Pulau Labengki ini aliran listriknya sudah ada dan digerakan oleh generator
kecil yang ditempatkan di sudut Desa. Tapi karena kapasitasnya kecil, listrik
disini hanya menyala dari jam 6 sore hingga jam 12 malam. Jadi buat teman-teman
yang hendak berkunjung kesini perlu persiapan yang matang yah, pastikan kondisi
baterai kamera anda full dan siap pakai.
Selesai mandi, saatnya
makan malam bersama. Menu makanannya cukup sederhana karena keterbatasan bahan
makanan pokok di Pulau terpencil ini. Tapi namanya juga sudah lapar makanan
apapun akan terasa nikmat. Ditambah dengan ikan goreng yang masih segar. Kalau
disini tidak ada istilahnya ikan es, semua ikan sebagai asupan makanan di Pulau
ini masih segar banget.
Malam kian larut, kami
terbawa obrolan yang panjang. Kami tertarik dengan kisah Pak Fahda. Kisah ini
merupakan sisi lain dari keindahan Pulau Labengki yang kita ketahui.
Pak Fahda dan Istrinya
merupakan Guru Honorer Sekolah Menengah Pertama di Pulau Labengki. Mereka
mengajar 6 hari full dengan berbagai macam mata pelajaran. Yang miris dan
membuat kami terharu. Honor mereka per-bulan tergolong sangat minim. Rp 250
ribu/bulan. Dan itu pun dibayar 4 bulan sekali. Sungguh sesuatu pengabdian yang
sangat tulus dari seorang pendidik, dari seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Dan
untuk menambah penghasilan biar dapur mereka selalu ngepul, keluarga Pahda
menjadikan rumahnya sebagai tempat singgah sementara bagi para wisatawan yang
berkunjung ke Pulau Labengki.
Disamping bidang
pendidikan yang minim, masih ada sisi lain yang membuat warga disini resah.
Terdapat salah satu perusahaan yang memonopoli di Pulau Labengki dan
sekitarnya. Imbasnya, salah satu air terjun yang menjadi salah satu primadona
destinasi wisata di Pulau Labengki mulai pudar keindahaanya. Airnya menjadi
keruh, dan dibeberapa titik sudah mulai nampak kering dan perusahaan lainnya
sebagai pengepul Ikan Tongkol. Mereka memperkerjakan anak-anak usia Sekolah
sebagai pekerja. Sehingga anak-anak disini lebih tertarik menari uang daripada
pergi ke Sekolah.
Untuk kesehatan di Pulau
Labengki tidak ada tenaga Dokter, sehingga kalau ada warga yang sakit mereka
harus naik ketinting selama 2 jam ke Lasolo. Sungguh sangat miris kehidupan
warga di Pulau terpencil. Tapi karena keterbatasan akses keluar Pulau membuat
mereka dipaksa bertahan dengan kehidupan ini.
Malam kian larut,
satu-persatu kami beranjak tidur, seiring dengan lampu listrik sudah mulai
padam.
Goa Kolam Renang, Pulau Labengki Kecil |
Rencana awal kami menunggu
terbitnya sang Mentari sirna, kami bangun kesiangan. Setelah sarapan pagi
sederhana, kami kembali mulai menjelajahi keindahan alam di Pulau Labengki.
Spot pertama “Goa Kolam Renang”. Letaknya persis dibelakang pemukiman warga.
Didalam gua ternyata sudah dialiri listrik dari generator kecil didekat
rumaahnya Pak Fahda. Sehingga kondisi didalam gua cukup terang. Air didalam gua
ini cukup dingin menusuk kulit. Sementara batuan stalagmite menjulang, mengisi
hampir setiap ruangan didalam gua. Tempat ini merupakan salah satu destinasi
wisata yang wajib kita datangi di Pulau Labengki.
Spot Pasir Panjang, Pulau Labengki Besar |
Spot Dolipo, Pulau Labengki Besar |
Selanjutnya kami
menyambangi 2 Spot Snorkling.
·
Spot Dolipo
·
Spot Pasir
Panjang
Kedua spot snorkeling ini
letaknya di Pulau Labengki Besar, berseberangan dengan Pulau Labengki kecil.
Namun walaupun lebih besar, Pulau Labengki Besar tidak berpenguni, karena
hampir semua daratan merupakan pegunungan. Menurut cerita yang kami dengar dari
Pak Fahda, bahwa orang Bajau tidak bisa tinggal di Gunung.
Spot snorkeling Dolipo dan
Pasir Panjang memiliki terumbu karang yang mempesona, ditunjang dengan
banyaknya ikan-ikan kecil yang menghiasinya.
Dan saking jernih air
lautnya, hingga dikedalaman 5 – 10 meter pun masih kelihatan karangnya dengan
jelas. Disini kami bisa melihat Nemo, Kerang, Blue Fish dan beberapa
keanekaragaman terumbu karangnya.
View Teluk Cinta |
Foto Bersama |
View dari Bukit |
Setelah puas snorkeling di
2 tempat, kami melanjutkan perjalanan kesalah satu bukit yang disebut, “View
Teluk Cinta”.
Untuk menuju kepuncak
bukit ini disarankan menggunakan sandal atau sepatu yang khusus buat tracking.
Kita melewati jalanan tanjakan yang sempit, dihiasi karang-karang tajam. Harus
ekstra hati-hati. Perjuangan kita pasti lelah, tapi semuanya akan terbayar
lunas setelah kita sampai dipuncak bukitnya. Nun didepan mata nampak gugusan
pulau karang kecil tak berpenghuni menghiasi seantero pesisir pantainya.
Sementara kalau kita menengok ke belakang nampak Teluk Cinta yang mempesona.
Perbedaan warna biru muda dipesisir pantai dan biru tua ditempat yang lebih
dalam membentuk lambang cinta. Jika kita berdiri ditempat yang lebih tinggi,
semakin kelihatan dengan jelas lambang cinta tersebut. Duuuhhh romantisnya
hehehe.
Tak terasa hari semakin
siang dan kami harus segera kembali ke Pulau Labengki Kecil. Menurut informasi
yang kami dapat dari Bapak Pemilik perahu yang kami sewa, bahwa jangan terlalu
sore kembali ke Kota Kendari, untuk menghindari gelombang besar selama perjalanan.
Sesampainya dirumah Pak
Fahda, makanan siang sudah siap. Setelah mandi dan packing semua peralatan,
kami kembali makam siang bersama keluarga Pak Fahda, menu makan siang kali ini
lebih istimewa :
·
Sinole, masakan khas Suku Bajau Sulawesi Tenggara. Berupa
Sagu dalam ukuran kecil dimasak dengan campuran parutan kelapa.
·
Sambal
colo-colo, sambal khas Sulawesi
Tenggara
·
Tedong-Tedong, atau Babadog (sebutan bagi Suku Bajau)
·
Ikan Palomara
Goreng
Makan Bersama dengan Keluarga Pak Fahda |
Nikmat rasanya, apalagi
perut sudah keroncongan setelah bermain bersama Ikan, Karang dan Koral . Setelah
makan kami sempatkan untuk foto bersama dengan keluarga Pak Fahda dan tak lupa
kami berikan beberapa cinderamata untuk keluarga Suku Bajau di Pulau Labengki
yang baik hati ini.
Rumah Pak Fahda, Pulau Labengki Kecil |
Mas Darman (berkacamata), foto bersama keluarga Pak Fahda |
Banyak kenangan yang pasti
akan selalu ingat, banyak pelajaran penting yang kami bawa dari keramahan
penduduknya. Tentang rasa bersyukur, kesederhanaan, memberi tanpa pamrih,
ketulusan dan masih banyak lagi.
Terimakasih Keluarga Bapak
Fahda
Terimakasih Warga Pulau
Labengki yang baik hati
Terimakasih Pulau Labengki
buat alamnya, pantai, ikan, karang dan koral nya yang mempesona
Semoga disuatu hari nanti
kami bisa datang kesini lagi. Amen.
# #
# # #
Tips
Traveling ke Pulau Labengki :
Dimana ?
·
Pulau Labengki
terletak di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
·
Awali perjalanan
dari Kota Kendari, sebelumnya terlebih dahulu menghubungi Bapak pemilik perahu
yang akan kita sewa ke Pulau Labengki.
·
Lama perjalanan
dari Kendari – Pulau Labengki, 4-5 jam perjalanan, melintasi perairan Banda
Basin Utara.
Kapan ?
·
Waktu yang baik
bulan Mei – September
·
Hindari awal
bulan Agustus, gelombang cukup besar
Nomor yang bisa dihubungi :
·
Bapak Jupri, pemilik perahu perahu di Desa Wawutu (0853-42282648)
·
Istri Bapak
Jupri (0823-44896969)
·
Bapak Fahda
di Pulau Labengki Kecil(0812-90727040). Berhubung sinyal telkomsel di Pulau Labengki agak ngadat, bisa
hubungi beliau lewat SMS.
2 komentar:
Jika Anda ingin berkunjung ke wisata Pulau Labengki, Anda bisa menggunakan jasa tour & travel agar lebih praktis. Salah satunya adalah Labengki Nirwana Resort yang menyediakan penginapan sekaligus akomodasi selama berada disana, mulai dari peralatan selam, sampai perahu menuju ke spot diving pilihan. Untuk info lebih lanjut Anda bisa menghubungi:
PT. Labengki Nirwana Resort
0823-4428-899 / 0811-4030-712
http://www.labengki.co.id/
Yuk Liburan seru ke Pulau Labengki bersama PT. Labengki Nirwana Resort
0823-4428-899 / 0811-4030-712
http://www.labengki.co.id/
Posting Komentar